Saturday, September 12, 2009

muasal radikalitas saya.

Saya hanya berdua dengan adik saya ketika orangtua saya bertengkar. Bukan pertama kalinya bagi kami, melihat mereka bertengkar. Namun, belakangan ini frekuensinya semakin sering saja. Saya diam dan adik saya juga diam. Laki-laki itu mengangkat tanganya dan menaikan keras suaranya. Sangat lantang untung pukul 1 dini hari. Mereka saling menyahut dalam intonasi keras. Semakin keras mereka berteriak, saya semakin meringkuk dalam cemas. Saya dan dia-adik saya- saling menatap dan menelan ludah. Saya sudah kelas 3 SMP saat itu, namun saya tak keluar dan melerai mereka. Saya masih terlalu takut untuk itu. Ini masalah orang dewasa, jadi biar mereka yang menyelesaikan sendiri, pikir saya. Suara-suara kian mengencang dan selingi tangis. Saya keluar karena saya tau, itu tangisan ibu saya. Saya tak mau dia menangis, saya sayang dia. pria itu menacungkan tanganya dan mengusir ibu saya. Ibu saya naik pitam, lalu memasukan smua baju dan perlengkapan ke dalam tas coklat. Saat itu, saya memaksa ikut. Laki-laki itu melarang dengan keras. Saya menurut dan saya hanya mengantar ibu saya mencari taksi. Berjalan dalam gelap bersama ibu saya yang sedang menangis, bukan perkara mudah. Saya tak tau harus melakukan apa dan berbicara apa. Saya dan dia berjalan dan tanpa bicara. Mencegat taksi dan membantunya masuk ke dalam taksi. Itu pertama kalinya, saya melihat ibu saya pergi meninggalkan saya. Hidup saya mulai kacau pasca kejadian itu. Pria busuk itu lebih parah. Saya mulai benci dia. Saya mendadak radikal dan sinis pada saat bersamaan.

No comments:

Post a Comment